Langsung ke konten utama

Sepasang yang tak pernah terpasang


      Kerumunan manusia yang menyelamatkan diri dari yang namanya sepi, seperti diri ini yang selalu ingin menyendiri ketika manusia sudah menjadi asing lagi. Bukan seperti yang ia kenal biasanya, yang selalu memberi semangat dan membuat tawa. Menjadi bukan lagi pekerjaan yang baru lagi, karena ada masanya semua akan menjalani kehidupan masing-masing dimana orang sekitar sudah lupa yang namanya terkoneksi satu sama lain. Jarang orang akan selalu ada di sisi, karena setiap orang punya waktu masing-masing di hidup orang lain. Entah itu sebagai teman, sahabat, maupun hanya sekedar memberi pesan yang begitu berarti. 
    Tentu semua ini akan berakhir dan akan diganti dengan yang lebih baik, tergantung dari apa yang diri lakukan. Kehadiran seseorang yang menjadi sumber luka nyatanya juga memberi pesan bermakna, entah itu untuk membuat diri ini lebih kuat dan menyadari bahwa di luar sana ada yang lebih buruk dan lebih baik. Diri ini hanya perlu untuk percaya pada skenario Tuhan yang selalu akan membuat makhluknya terpana akan keajaiban yang terjadi. Mungkin semua itu bisa dilihat dari mata hati diri, bukan dari mata kepala. 
    Banyak jiwa yang sedang meringkih, menginginkan sebuah ketenangan hati. Berharap semesta akan memberi kejutan yang lebih baik dari kejutan sebelumnya. Tetapi, manusia hanya bisa berharap dan berusaha kapan kejutan itu akan datang. Berharap jika semesta mendengar doa dan usahanya yang tiada henti, pun berusaha keluar dari lubang luka yang selama ini menjakiti. Entah berapa kali lagi harus menyatukan kedua tangan dan menengadahkan kepala ke atas. Sebagai jiwa yang kehilangan ketentraman, tangan itu tidak pernah bosan untuk mencurahkan rapalan mantra yang hanya ditujukan kepada semesta. 
    Baginya, hanya semesta yang ia punya. Semua yang katanya teman, sahabat, dan keluarga juga tidak akan selalu menjadi pundak yang mampu menahan semua luka. Dengan semesta, diri ini akan bisa bersandar tanpa perlu bercerita. Semesta yang selalu memberi pundak kapan diri ini mau, tak pernah menghakimi dan selalu memberi kasih yang tak pernah diri ini kira akan sebesar apa. Semoga diri ini bisa sembuh dari luka, entah berapa tahun lagi akan sembuh dan entah beberapa doa lagi akan ia rapalkan. 
    Tak apa jika diri ini memang harus menanggung kesendirian, pun dengannya yang memperoleh kebahagiaan. Diri ini sempat berpikir, semesta yang selalu pilih kasih dengan makhluknya. Namun, lambat laun diri ini pun sadar. Kalau semua luka yang menjangkiti dirinya sangat berarti, bukannya itu cara semesta untuk membawa diri ini ke lembar berikutnya dengan hati yang lapang?. Jiwa yang tak tahu diri ini terlalu menuntut semesta supaya jalannya lebih mudah, tetapi diri ini juga lupa kalau belum melaksanakan perintah dengan niat yang benar. 
    Dan untukmu, untuk masing-masing dari diri kita yang dulu sempat berpasang ternyata salah satu harus rela terbuang. Terbuang dari hidup satu sama lain, tetapi tak apa, itu tak akan membuat semesta berpaling dari rapalan doa diri ini. Untukmu yang sedang menjalani hidup dengan seseorang yang dicinta, dan untukku yang sedang menjalani hidup menginginkan bahagia. Bahagia sederhana yang tidak pernah lepas dari pikiran. Terimakasih sudah mampir, memberi perjalanan hidup yang sangat berharga. Tanpamu, diri ini tidak pernah tahu apa kata "luka" dan tanpamu diri ini tidak akan bersusah payah untuk tetap menjaga semua baik-baik saja. 
    Tetap jaga malaikatmu dalam hati, sebab diri ini tak mau lagi menjadi alasan untukmu kembali. Diri ini berusaha memaklumi setiap kata yang keluar dari mulutmu. Ketika hatimu tidak tulus mengatakannya, namun aku dengan tulus menelaah kata itu. Namun, semoga segala kata dan kalimat yang keluar dari mulutmu itu tulus untuk malaikatmu. Sebab, disini diri ini hanya bisa diam dan menunggu kejutan lain dari semesta. Tak apa jika diri ini harus tinggal di buku yang berbeda denganmu, pun tak apa jika diri ini harus membakar lembar bersamamu. 
    Selamat tinggal untukmu, butuh beberapa tahun untukku bisa mengucap kalimat itu. Tapi, waktu tak akan berarti jika tidak ada pelajaran yang bisa diri ini ambil. Tapi, tenang saja semua akan bisa diri ini maklumi satu persatu. Semua lembar tentangmu tidak akan diri ini hapus secepat itu. Barangkali, jiwa ini masih begitu rindu dengan perjalanan yang dirimu beri. Meskipun itu kecil dan tidak berarti bagimu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Patah

Kini semesta benar-benar ingin membuatku berhenti untuk tak lagi menuliskanmu pada lembar baru, meskipun dengan tinta pudar sekalipun. Sedikit sulit bagiku, karena sudah lama namamu mendiami hati yang sulit dijangkau oleh siapapun. Bahkan diriku sendiri. Sudah banyak cara kucoba untuk sedikit menghilangkan namamu disana, tetapi tak ada yang berubah. Seakan namamu memang sudah sepatutnya disana dan tidak akan pergi kemanapun. Beberapa orang mengataiku bodoh bahkan terlampau gila karena mencintai orang sepertimu yang sudah membuat luka sebegitu dalamnya.  Mereka memintaku untuk melupakan sekaligus menghilangkan bayang dirimu dari segala memori dan kenangan yang ada di otak, tapi mereka tidak memberitahu bagaimana usaha untuk melakukan itu semua. Mereka hanya menyuruh namun tidak memberi cara padaku. Lantas, aku harus apa? menunggu? bukankah itu sudah kulakukan selama enam tahun itu. Ah, enam tahun, rasanya baru kemarin tetapi waktu sudah berjalan cepat seakan tidak memberi sekat bagi...

Pudar

       Sudah tahun ke-7, ternyata perasaan ini masih sama. Masih sama seperti beberapa tahun lalu, meskipun ada sedikit perbedaan. Perbedaan yang sama sekali tidak membuat perasaan ini hilang atau sirna begitu saja. Ketika semuanya tidak pernah jelas sedari awal sehingga perasaan ini tumbuh secara tidak aku sadari. Perasaan yang sebenarnya tidak meminta sebuah pertanggungjawaban, namun hanya meminta untuk diakui pun dihargai. Sedikit gila ketika perasaan ini memintanya untuk kembali namun otak menolak keras karena orang yang harusnya menerima perasaan ini tidaklah sepadan. Sepadan dengan ketulusan yang aku punya. Sedih memang, tetapi memang ini jalannya. Jalan yang tidak pernah bagus untuk dilewati namun aku memilih untuk tetap berjalan di atasnya, sebab hanya itu yang bisa aku lakukan selama bertahun-tahun.       Sudah banyak hal yang aku lakukan untuk sekedar memudarkan perasaan ini ataupun sedikit mengunci rapat agar tidak meraung-raung dari da...

Seandainya

Ketika malam menyambut dan aku kembali merenung, disitulah jiwa kembali ke tempat yang seharusnya tidak pernah aku genggam selama ini. Perasaan bagaimana aku melewati itu semua masih sangat terasa bahkan ingin rasanya memutar kembali waktu. Bukan untuk mengubah segalanya, melainkan melihat dari kejauhan bagaimana melihat diriku sendiri kala itu. Tapi, aku tahu kalau memutar balik waktu hanya bisa dalam imajinasi saja, tidak ada aksi yang bisa merealisasikan itu semua. Kalaupun ada, manusia tidak akan pernah bisa maju bukan?. Ketika dunia memiliki kapsul waktu untuk tujuan apapun itu, aku rasa Tuhan tidak akan membiarkannya. Karena, Tuhan tahu apa yang terbaik bagi makhluknya dan juga tahu bagaimana kita sebagai manusia harus menjalani apa yang ada di depan mata. Menjadikan yang lalu sebagai pelajaran, dan menjadikan masa depan sebagai arang untuk memacu semangat di hari sekarang.  Tetapi, kalau boleh aku berdoa, ingin rasanya melihat diri ini beberapa tahun yang lalu. Agar aku bisa...