Seorang perempuan sedang dalam fase terberat dalam hidupnya. Hidup belasan tahun hingga menginjak puluhan tahun membuatnya sadar akan beberapa hal. Pertama, gadis itu bisa berteman dengan dirinya sendiri pun bisa menjadi musuh yang selama ini selalu mendiami bagian paling gelap dalam hidupnya. Ketika musuh itu datang di hidupnya, ia tidak tahu harus bagaimana. Apa ia harus mengikuti apa kata musuh itu, atau menolak sebisanya. Namun, kegelapan itu ternyata semakin bertambah kian hari dan dirinya tidak bisa lagi menolak. Sehingga musuh pun menguasai jiwanya, entah membuat gadis itu membenci diri sendiri dan bahkan lebih parah.
Entah kapan teman perempuan itu akan muncul, dan entah sampai kapan musuh itu akan terus bersamanya. Ia hanya punya satu amunisi di dunia ini. Meminta sebuah pertolongan kepada semesta yang mengatur alur kehidupan. Berdoa agar musuhnya ini kembali ke tempatnya dan tidak perlu datang lagi di hidupnya. Ia tidak bisa memastikan itu, tetapi mungkin ia akan mempersilahkan musuhnya akan mampir. Barangkali hal itu memang dibutuhkan untuk menyeimbangkan kehidupan, atau mungkin dirinya merindukan musuhnya.
Aneh bukan? merindukan suatu hal yang memberi diri ini luka. Perempuan itu tidak habis pikir, mengapa ia selalu merindukan musuhnya ketika malam tiba. Hingga tak sadar ia mulai berdamai dan membiarkannya hidup dalam jiwa. Penerimaan akan semua hal yang menimpa dirinya. Anehnya, ketika ia sudah mulai menerima itu semua dirinya malah tidak merasakan emosi apapun. Seperti musuh dan temannya itu bersembunyi di balik dinding yang tak bisa ia temukan. Rupanya ia salah, seharusnya ia tidak bergantung dengan hal itu. Ketika ia bergantung dengan semua hal itu, ia kehilangan satu hal. Yaitu dirinya sendiri. Masalah terberat membuatnya untuk menghadang sang musuh untuk keluar, sehingga musuh dalam dirinya memilih untuk bersembunyi.
Musuhnya dalam dunia ini adalah kesedihan, ketika ia merasa hal itu tidak diperlukan maka lambat laun kesedihan menjadi hal yang sepele di hidupnya. Padahal menjadi sedih tak menandakan seseorang lemah akan suatu hal. Ia lupa kalau menjadi kuat tak menjadikan kesedihan itu hilang. Ia lupa kalau menghadang kesedihan akan menjadikannya mati rasa. Menganggap semua masalah di hidupnya terlalu mudah untuk dilalui. Padahal, sebenarnya mereka tidak terlalu mudah untuk dilalui. Kata orang, badai pasti berlalu. Tetapi mereka tidak bisa memastikan kapan badai itu akan datang lagi, dan berapa kali ia akan datang di hidup ini.
Namun, sebagai makhluk semesta tentunya jiwa ini akan bertarung hingga akhir. Berharap diri yang sebenarnya tidak menghilang, pun berharap bahwa ia masih ada di dalam puing luka yang menganga. Untukmu yang sedang berjuang, untukmu yang sedang berusaha mati-matian, dan untukmu yang sedang mengalami kerinduan. Keluarkanlah amunisimu, sebanyak yang kamu bisa dan setulus yang hatimu lakukan. Sebab, semesta akan selalu mendengar keluh kesahmu dan juga doamu. Disini, aku juga merasakan hal yang sama. Menangkupkan kedua tangan dan melontarkan segala amunisi yang selama ini tersimpan dalam hati.
Malam yang selalu memeluk dengan kerinduan dan kesedihan ini akan datang di beberapa jalan hidup manusia. Oleh karena itu, berjuanglah sejauh-jauhnya. Jangan lupa beristirahat pun tersenyum untuk menghibur diri sendiri.

Komentar
Posting Komentar