Langsung ke konten utama

Percaya?

    

    Tadi secara tidak sengaja aku menonton sebuah video yang cukup menampar di mukaku. Perkataan sederhana, namun mampu mengubah pemikiranku saat itu juga. Yaitu, kata percaya. Percaya menurutku sangat sulit dilakukan dan ada banyak faktor yang melatarbelakangi itu semua. Namun, video yang kulihat tadi kurang lebih berkata seperti ini "Kalau kau ingin percaya pada sesuatu, seharusnya itu merupakan percaya tanpa syarat. Kalau kau percaya pada seseorang dan ada syarat di dalamnya itu berarti dirimu belum mampu untuk mempercayai seseorang. Percaya bukan tanpa syarat tapi percaya orang itu sepenuhnya." kurang lebih seperti itu perkataannya. Agak sulit tapi seharusnya memang begitu bukan?.

    Tapi, dulu aku pernah mempercayai seseorang tanpa syarat juga tanpa meragukannya sedikitpun. Aku percaya pada semua kata-katanya. Aku mempercayai semua perkataan yang keluar dari mulutnya dengan mudah seperti membalikkan telapak tangan. Tetapi, hal yang terjadi setelah itu justru diluar semua perkataan yang pernah ia janjikan. Saat itu aku hanya menyalahkan kebodohanku yang mempercayainya dengan sangat tanpa tahu kalau ia menyimpan pisau dari balik punggungnya. 

    Kalau ditanya disaat sekarang, mungkin aku akan mencegah diriku yang dulu untuk percaya pada lelaki yang seharusnya tak layak mendapat rasa suka yang begitu tulus dariku. Harusnya begitu. Aku menangis dengan keras di kamar mandi sekolah ketika hal itu terjadi, sedikit memalukan memang tapi dengan adanya hal itu aku didewasakan oleh keadaan. Mungkin lebih tepatnya kalau aku sudah mendeklarasikan diriku untuk tak lagi jatuh cinta ataupun untuk mempercayai seseorang lagi. 

    Pengalaman kemarin sudah cukup menyakitkan dan aku tidak akan merasakan hal itu untuk kedua kalinya. Untuk apa aku merasakan hal itu untuk kedua kali? Apa aku gila?. Entahlah, manusia memang bisa bodoh jika berurusan dengan cinta. Seperti cinta adalah sebuah hal yang membuat diri lupa akan kenyataan dan ingin terus berada di atas angan. Belum lagi berjuang untuk menyembuhkan luka yang sudah ia timbulkan secara sengaja. 

    Dalam proses itu, terlihat beberapa manusia sukses untuk menyembuhkan diri sendiri. Bahkan ada beberapa dari mereka yang belum sembuh bahkan bertambah parah. Seperti luka itu tak mau untuk diobati, dan terlalu sakit untuk sekedar dibicarakan saja. Apakah dengan begitu yang pemberi luka tahu dengan segala jatuh bangun yang dilalui? Tentu tidak, orang seperti itu akan menutup mata dan telinga seakan semuanya terjadi bukan karena salahnya. 


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Patah

Kini semesta benar-benar ingin membuatku berhenti untuk tak lagi menuliskanmu pada lembar baru, meskipun dengan tinta pudar sekalipun. Sedikit sulit bagiku, karena sudah lama namamu mendiami hati yang sulit dijangkau oleh siapapun. Bahkan diriku sendiri. Sudah banyak cara kucoba untuk sedikit menghilangkan namamu disana, tetapi tak ada yang berubah. Seakan namamu memang sudah sepatutnya disana dan tidak akan pergi kemanapun. Beberapa orang mengataiku bodoh bahkan terlampau gila karena mencintai orang sepertimu yang sudah membuat luka sebegitu dalamnya.  Mereka memintaku untuk melupakan sekaligus menghilangkan bayang dirimu dari segala memori dan kenangan yang ada di otak, tapi mereka tidak memberitahu bagaimana usaha untuk melakukan itu semua. Mereka hanya menyuruh namun tidak memberi cara padaku. Lantas, aku harus apa? menunggu? bukankah itu sudah kulakukan selama enam tahun itu. Ah, enam tahun, rasanya baru kemarin tetapi waktu sudah berjalan cepat seakan tidak memberi sekat bagi...

Pudar

       Sudah tahun ke-7, ternyata perasaan ini masih sama. Masih sama seperti beberapa tahun lalu, meskipun ada sedikit perbedaan. Perbedaan yang sama sekali tidak membuat perasaan ini hilang atau sirna begitu saja. Ketika semuanya tidak pernah jelas sedari awal sehingga perasaan ini tumbuh secara tidak aku sadari. Perasaan yang sebenarnya tidak meminta sebuah pertanggungjawaban, namun hanya meminta untuk diakui pun dihargai. Sedikit gila ketika perasaan ini memintanya untuk kembali namun otak menolak keras karena orang yang harusnya menerima perasaan ini tidaklah sepadan. Sepadan dengan ketulusan yang aku punya. Sedih memang, tetapi memang ini jalannya. Jalan yang tidak pernah bagus untuk dilewati namun aku memilih untuk tetap berjalan di atasnya, sebab hanya itu yang bisa aku lakukan selama bertahun-tahun.       Sudah banyak hal yang aku lakukan untuk sekedar memudarkan perasaan ini ataupun sedikit mengunci rapat agar tidak meraung-raung dari da...

Seandainya

Ketika malam menyambut dan aku kembali merenung, disitulah jiwa kembali ke tempat yang seharusnya tidak pernah aku genggam selama ini. Perasaan bagaimana aku melewati itu semua masih sangat terasa bahkan ingin rasanya memutar kembali waktu. Bukan untuk mengubah segalanya, melainkan melihat dari kejauhan bagaimana melihat diriku sendiri kala itu. Tapi, aku tahu kalau memutar balik waktu hanya bisa dalam imajinasi saja, tidak ada aksi yang bisa merealisasikan itu semua. Kalaupun ada, manusia tidak akan pernah bisa maju bukan?. Ketika dunia memiliki kapsul waktu untuk tujuan apapun itu, aku rasa Tuhan tidak akan membiarkannya. Karena, Tuhan tahu apa yang terbaik bagi makhluknya dan juga tahu bagaimana kita sebagai manusia harus menjalani apa yang ada di depan mata. Menjadikan yang lalu sebagai pelajaran, dan menjadikan masa depan sebagai arang untuk memacu semangat di hari sekarang.  Tetapi, kalau boleh aku berdoa, ingin rasanya melihat diri ini beberapa tahun yang lalu. Agar aku bisa...