Langsung ke konten utama

Postingan

Turn Back To You

                   Entah mengapa diri ini selalu berada di titik yang sama. Entah mengapa diri ini selalu menyerah di setiap kesempatan. Dan entah mengapa diri ini selalu meragukan yang namanya keajaiban. Mengira semua akan terasa baik-baik saja jika mengikuti semua peraturan yang ada, dan selalu berada di jalan yang benar jika menuruti kata para tetua. Nyatanya diri ini semakin terikat dan tersiksa dengan semua omongan yang tertuju. Ingin lepas dari rasa sungkan sangatlah susah karena diri ini sudah terlampau lelah. Maafkan diri ini yang selalu muram di setiap kesempatan yang menyenangkan.           Apa sebuah maaf cukup untuk melepas semua ikatan? Rasanya tidak cukup, karena isi kepala dan hati selalu bertolak belakang dan akan selalu kembali pada perasaan tentangnya lagi. Memikirkan semua masukan dari beberapa teman yang sudah untuk berapa kali mengatai diriku ini bodoh yang sudah tak tertolong. Mung...
Postingan terbaru

Seandainya

Ketika malam menyambut dan aku kembali merenung, disitulah jiwa kembali ke tempat yang seharusnya tidak pernah aku genggam selama ini. Perasaan bagaimana aku melewati itu semua masih sangat terasa bahkan ingin rasanya memutar kembali waktu. Bukan untuk mengubah segalanya, melainkan melihat dari kejauhan bagaimana melihat diriku sendiri kala itu. Tapi, aku tahu kalau memutar balik waktu hanya bisa dalam imajinasi saja, tidak ada aksi yang bisa merealisasikan itu semua. Kalaupun ada, manusia tidak akan pernah bisa maju bukan?. Ketika dunia memiliki kapsul waktu untuk tujuan apapun itu, aku rasa Tuhan tidak akan membiarkannya. Karena, Tuhan tahu apa yang terbaik bagi makhluknya dan juga tahu bagaimana kita sebagai manusia harus menjalani apa yang ada di depan mata. Menjadikan yang lalu sebagai pelajaran, dan menjadikan masa depan sebagai arang untuk memacu semangat di hari sekarang.  Tetapi, kalau boleh aku berdoa, ingin rasanya melihat diri ini beberapa tahun yang lalu. Agar aku bisa...

Pudar

       Sudah tahun ke-7, ternyata perasaan ini masih sama. Masih sama seperti beberapa tahun lalu, meskipun ada sedikit perbedaan. Perbedaan yang sama sekali tidak membuat perasaan ini hilang atau sirna begitu saja. Ketika semuanya tidak pernah jelas sedari awal sehingga perasaan ini tumbuh secara tidak aku sadari. Perasaan yang sebenarnya tidak meminta sebuah pertanggungjawaban, namun hanya meminta untuk diakui pun dihargai. Sedikit gila ketika perasaan ini memintanya untuk kembali namun otak menolak keras karena orang yang harusnya menerima perasaan ini tidaklah sepadan. Sepadan dengan ketulusan yang aku punya. Sedih memang, tetapi memang ini jalannya. Jalan yang tidak pernah bagus untuk dilewati namun aku memilih untuk tetap berjalan di atasnya, sebab hanya itu yang bisa aku lakukan selama bertahun-tahun.       Sudah banyak hal yang aku lakukan untuk sekedar memudarkan perasaan ini ataupun sedikit mengunci rapat agar tidak meraung-raung dari da...

Percaya?

         Tadi secara tidak sengaja aku menonton sebuah video yang cukup menampar di mukaku. Perkataan sederhana, namun mampu mengubah pemikiranku saat itu juga. Yaitu, kata percaya. Percaya menurutku sangat sulit dilakukan dan ada banyak faktor yang melatarbelakangi itu semua. Namun, video yang kulihat tadi kurang lebih berkata seperti ini "Kalau kau ingin percaya pada sesuatu, seharusnya itu merupakan percaya tanpa syarat. Kalau kau percaya pada seseorang dan ada syarat di dalamnya itu berarti dirimu belum mampu untuk mempercayai seseorang. Percaya bukan tanpa syarat tapi percaya orang itu sepenuhnya." kurang lebih seperti itu perkataannya. Agak sulit tapi seharusnya memang begitu bukan?.     Tapi, dulu aku pernah mempercayai seseorang tanpa syarat juga tanpa meragukannya sedikitpun. Aku percaya pada semua kata-katanya. Aku mempercayai semua perkataan yang keluar dari mulutnya dengan mudah seperti membalikkan telapak tangan. Tetapi, hal yang terjadi s...

Katanya

Hai, ini aku lagi. Seorang perempuan yang sedang tersesat di tengah hutan gelap dan minim cahaya. Ketika cahaya sedikit menyinari hutan gelap ini, perlahan cahaya menghilang digantikan kabut tebal yang sanggup menelan siapa saja yang ada disana. Untungnya, aku tertelan dan tidak bisa melihat apapun. Membuka mata saja enggan apa lagi berjalan. Mungkin kondisi jiwaku bisa diibaratkan seperti itu. Tidak tahu kemana harus mengarah dan juga tidak tahu kapan akan diberi jalan pulang. Mungkin beberapa hal disekitar yang membuatku seperti ini, apalagi kalau bukan mempertanyakan hidup?. Klise tapi itu memang benar adanya. Aku yakin bukan aku saja yang berpikiran seperti itu tetapi beberapa dari manusia lain juga berpikiran hal yang sama. Pertanyaan yang tidak butuh jawaban tapi tetap santer ada di kepala. "Aku hidup untuk apa sih?" atau pertanyaan seperti "Gunanya aku hidup untuk apa kalau aku kayak gini?". Pertanyaan semacam itu hinggap di kepala dan tak jarang membuat saki...

Patah

Kini semesta benar-benar ingin membuatku berhenti untuk tak lagi menuliskanmu pada lembar baru, meskipun dengan tinta pudar sekalipun. Sedikit sulit bagiku, karena sudah lama namamu mendiami hati yang sulit dijangkau oleh siapapun. Bahkan diriku sendiri. Sudah banyak cara kucoba untuk sedikit menghilangkan namamu disana, tetapi tak ada yang berubah. Seakan namamu memang sudah sepatutnya disana dan tidak akan pergi kemanapun. Beberapa orang mengataiku bodoh bahkan terlampau gila karena mencintai orang sepertimu yang sudah membuat luka sebegitu dalamnya.  Mereka memintaku untuk melupakan sekaligus menghilangkan bayang dirimu dari segala memori dan kenangan yang ada di otak, tapi mereka tidak memberitahu bagaimana usaha untuk melakukan itu semua. Mereka hanya menyuruh namun tidak memberi cara padaku. Lantas, aku harus apa? menunggu? bukankah itu sudah kulakukan selama enam tahun itu. Ah, enam tahun, rasanya baru kemarin tetapi waktu sudah berjalan cepat seakan tidak memberi sekat bagi...

Tersapu Hujan

                   Diterjang dengan banyaknya problem yang ada, ternyata membuat nyali diri ini semakin ciut. Mungkin suatu saat nanti, nyali sudah terlalu lelah menghadapi semuanya. Tetapi, di dunia ini yang juga bukan milik sendiri harus berusaha mati-matian untuk tidak menjadi gila. Seseorang akan ada di jalannya masing-masing, tetapi mengapa jalan orang lebih mudah untuk dilalui? Apa diri ini kurang bersyukur? Apa diri ini kurang untuk merapalkan doa? dan Apakah diri ini sudah cukup lelah menapaki jalan panjang yang masih jauh sekali tujuan pastinya?. Mungkin diri ini terlalu melihat orang lain yang hidupnya terlalu ringan untuk dilihat. Klise memang, tetapi terkadang saya ingin menjadi seperti orang lain yang jalannya bagus untuk dilalui.               Apakah dengan menjadi orang lain menandakan diri ini memang menyerah? Apa dengan kehilangan diri sendiri membut diri ini masih menjad...